Ketika diajak teman mengunjungi Manila, saya hanya mengetahui sedikit
informasi tentang lokasi wisata di sana. Berdasarkan informasi dari
situs pengelana Couchsurfing, saya pun memilih Intramuros sebagai daerah
tujuan.
Intramuros,
yang secara harfiah berarti “di dalam dinding” (maksudnya kota
berdinding), terletak di tepi Sungai Pasig di sebelah selatan. Kabarnya,
dinding batu sepanjang sekitar 5 km di kota ini dibangun untuk
menghindarkan masuknya warga Cina ke daerah tempat tinggal warga
Spanyol.
Sejak dibangun tahun 1571 hingga akhir masa pendudukan
Spanyol tahun 1898, Intramuros dikenal sebagai Manila. Di dalam kota ini
kemudian dibangun sekolah, gereja, dan rumah-rumah mewah. Namun, perang
tahun 1945 antara Amerika Serikat, Jepang dan Filipina menghancurkan
kota ini.
Kini,
Intramuros menjadi daerah administratif sendiri dan dikenal sebagai
kota tua Manila. Selain museum (Casa Manila), sekolah (Pamantasan ng
Lungsod ng Maynila), dan dinding-dinding hitamnya, daya tarik Intramuros
terletak pada gereja dan beberapa situs reruntuhan bangunan yang
dibiarkan begitu saja.
Waktu yang tepat untuk menjelajahi
Intramuros ini sebaiknya sesudah pukul 15.00, ketika sinar matahari
Manila (yang tidak jauh berbeda dengan Jakarta) sudah tidak terlalu
menyengat. Mengelilingi kota ini pun tidak perlu waktu lama, kira-kira
dua setengah jam.
Namun demikian, turis tidak disarankan
berkeliling Intramuros pada malam hari guna menghindari kemungkinan
hal-hal jelek seperti pencopetan. Sebabnya, beberapa lokasi di area ini
terlihat gelap dan kumuh — misalnya di lokasi reruntuhan bangunan tua.
Lokasi pesta pernikahan
Berbeda
dengan kota tua di Jakarta yang kebanyakan berisi museum, Intramuros
menjadi lokasi ideal warga untuk menyelenggarakan hajatan pernikahan.
Banyak rumah mewah di sana disulap dan disewakan sebagai lokasi pesta
taman atau resepsi pernikahan. Pasangan pengantin pun bisa mencoba naik calesa (kereta kuda yang unik) untuk berkeliling kota.
Kebetulan,
ada beberapa gereja indah yang terdapat di Intramuros, seperti San
Agustin dan Katedral Manila (yang lebih dikenal sebagai Minor Basilica
of the Immaculate Conception). Konon, pasangan yang hendak menikah di
salah satu gereja ini harus memesan tempat satu tahun sebelumnya!
Bagian
dalam gereja San Agustin terasa lebih berwarna-warni ketimbang Katedral
Manila. Patung Bunda Maria dan ornamen lainnya di dalam San Agustin
juga menampilkan lebih banyak detail yang teliti. Langit-langitnya
didominasi warna emas — membuat gereja bergaya Baroque ini terasa megah.
Sementara
itu, dinding luar San Agustin yang berwarna jingga justru memberi kesan
modern. Gereja ini adalah salah satu situs peninggalan sejarah pilihan
UNESCO.
Casa
Manila, museum yang menyimpan gambaran rumah mewah para bangsawan
Spanyol zaman dahulu, terletak tak jauh dari gereja San Agustin.
Meski
bagian dalamnya lebih sederhana, bagian luar Katedral Manila amat
menakjubkan. Pahatan pada lengkungan batu di bagian muka gereja ini amat
detail. Bangunan bergaya Romawi Baru ini juga menampilkan lima patung
santo yang dianggap penting dalam perkembangan agama Katolik Romawi di
Asia — termasuk Santo Fransiskus Xaverius yang paling berjasa membawa
ajaran Katolik ke negara-negara di Samudera Hindia.
Pemakaman mantan presiden Corazon Aquino dilaksanakan di Katedral Manila.
Polusi pemandangan
Intramuros
memiliki banyak gedung-gedung kuno lainnya yang tak kalah seru
dinikmati. Saat menyusuri tembok tinggi kota, saya mendadak disergap
perasaan romantis karena melihat jajaran lampu jalan bergaya Eropa di
sepanjang jalan.
Gedung Palacio del Gobernador (sekarang jadi
kantor komisi pemilihan umum Filipina) punya arsitektur yang menarik. Di
depan gedung ini terdapat halaman luas, lengkap dengan air mancur. Area
ini, yang bernama Plaza de Roma, lumayan nyaman untuk melepas lelah
sejenak.
Namun demikian, mengingat letaknya dekat dengan komisi
pemilihan umum, selalu ada poster kampanye yang membuat polusi
pemandangan.
Di
antara gedung tua, terdapat pula toko-toko yang menjual kerajinan dari
berbagai daerah di Filipina. Salah satu yang terbesar — sekaligus pusat
informasi turis — adalah toko Silahis.
Awalnya saya sempat malas
melihat-lihat toko tiga lantai ini karena mengira harga barang di sana
mahal-mahal. Ternyata saya salah: harga di sana cukup terjangkau.
Beragam suvenir mulai dari kain tenun, buku, kerajinan tangan hingga
peralatan mandi dan bir dijual seharga Rp 10-100 ribu.
Sungguh
sayang, saya akan pulang ke Indonesia dengan sebuah maskapai murah tanpa
bagasi. Kalau tidak, saya pasti sudah kalap membeli oleh-oleh lucu dari
toko ini.
sumber : http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/129-menikah-di-kota-tua-intramuros