Minggu, 02 Oktober 2011

Lima Restoran Bersejarah di Singapura

Para penikmat makanan di Singapura sering dimanjakan dengan berbagai tren terbaru dalam makanan. Tapi beberapa restoran memilih bertahan dengan kekhasan mereka. Meski tak selalu menguntungkan, tetap saja restoran-restoran ini menyajikan hidangan spesial bagi para pelanggan yang kini sudah beranak-cucu.

Beberapa tempat, seperti Shashlik dan Pete's Place mempertahankan tampilan interior mereka, sementara Gordon Grill dan Ristorante Bologna menambah menu baru dan memperbarui interior demi mengikuti perkembangan zaman.

Shashlik


Tak ada tempat lain di Singapura selain Shashlik yang menyajikan sup borsch gurih.

Sejarahnya: Restoran Rusia pertama di Singapura, Troika, buka di Bras Basah pada 1943. Restoran ini kemudian pindah ke Liat Towers pada 1967. Ketika Troika tutup pada 1986, beberapa bekas staf restoran tersebut — kebanyakan asal Hainan — berkumpul dan mendirikan Shashlik di Far East Shopping Centre. Sekarang, dapur Shashlik sudah dipimpin koki generasi keenam.

Alasan tempat ini masih disukai: "Meski sudah berumur 25 tahun, Shashlik terus menyajikan sup borsch yang autentik. Sajian penutup mulut Baked Alaska mereka juga disajikan dengan atraksi api, langsung di depan Anda," kata Anthony Ang, seorang pekerja TI yang teratur makan di tempat itu.

"Dan pastinya, salah satu pemilik Shashlik, Paman Tan yang berusia 81 tahun masih turun sendiri dan mengawasi restoran."

Menu pilihan: Semangkuk sup borsch dengan sesendok krim kocok di atasnya, diikuti dengan hidangan Fish En Papillotte yang lembut. Untuk nostalgia, tutup hidangan dengan Baked Alaska.

Gordon Grill


Awali dengan carpaccio daging wagyu yang lezat.

Sejarahnya: Restoran grill pertama di Singapura buka pada 1963 dengan nama Gordon Room di Goodwood Park Hotel. Inilah restoran pertama yang menawarkan daging sapi Black Angus.

Pada 1965, restoran ini kemudian pindah ke lokasi yang sekarang dan berganti nama jadi Gordon Grill. Pada 2004, Gordon Grill direnovasi besar-besaran untuk membawa nuansa kontemporer pada interiornya lewat warna-warna netral.

Alasan tempat ini masih disukai: Sekitar 70 persen pengunjung ingin menikmati potongan daging istimewa dari koki Gan Swee Lai, yang sudah bekerja di sini selama 10 tahun.

"Salah satu godaan besar di restoran ini adalah kereta daging, berbagai potongan steak premium akan diperlihatkan ke para tamu, dipotong lalu ditimbang di meja tamu," kata Patricia Law, 43, yang sudah makan di Gordon Grill sejak masih kecil.

"Kereta dorongan daging di sini sangat unik, dan dipakai sejak akhir 1970-an."

Menu pilihan: Pilih potongan daging paling populer dari kereta dorongan seperti wagyu USDA Gold Grade Snake River Farm atau US Black Angus. Makan malam six-course (s$108), yang terdiri dari enam tahapan, adalah demonstrasi yang mewakili kemampuan memasak Chef Gan dalam memasak daging dan bukan daging.

Restaurant Bologna


Pasta tinta cumi khas restoran Bologna.

Sejarahnya: Restoran Bologna mengkhususkan pada fine dining masakan Italia. Restoran ini berdiri pada 1987, bersamaan dengan pembuatan hotel Marina Mandarin. Pada 2005, Bologna direnovasi, berbarengan dengan hotel.

Alasan tempat ini masih disukai: Setelah renovasi pada 2005, restoran Bologna tampil sebagai restoran berinterior modern dan terbuka, penuh dengan jendela kaca dan bar yang berisi minuman lengkap.

Dengan interior yang baru, restoran ini tak terlihat seperti berusia 24 tahun. Tetapi menu mereka masih tetap menyajikan hidangan Italia klasik karya koki Carlo Marengon. Mereka memakai rempah dedaunan segar, yang dipetik langsung dari kebun rempah di dekat restoran.

Menu pilihan: Awali dengan capresse dengan daun basil dan minyak zaitun murni, lanjutkan dengan udang (scampi) bakar yang diimpor langsung dari Italia, ikan cod serta kerang mussel. Hidangan berikutnya adalah Tortelli Porcini. Tutup makan malam dengan tiramisu yang dibuat langsung.

Pete's Place


Terletak di Grand Hyatt Singapura, Pete's Place adalah salah satu harta karun sajian kuliner di Singapura.

Sejarahnya: Tembok bata merah, taplak meja kotak-kotak merah dan lantai ubin merah adalah tampilan awal Pete's Place ketika baru buka di basement Grand Hyatt.

Kini, Pete's Place tetap mempertahankan suasana yang sama seperti saat buka pada 1971. Buffet sup dan saladnya tetap menjadi favorit, terutama minestrone dan sup jamur.

Alfa Lu, “kapten” yang bergabung ke Pete's Place pada 1973, merasa restoran ini "seolah terperangkap dalam mesin waktu yang indah."

Alasan tempat ini masih disukai: "Kualitas makanan tempat ini selalu terjaga baik dan para stafnya seperti teman lama saya," kata GM Lau, pelanggan yang sudah datang ke tempat ini selama 30 tahun. "Anak-anak saya seperti tumbuh besar dengan restoran ini."

Menu pilihan: Awali dengan buffet sup dan salad sebelum berlanjut ke pasta segar khas buatan mereka seperti Spaghetti Cioppino dengan udang dan kerang, dan lobster bercangkang di atasnya.

Tiffin Room


Kari yang disajikan dengan elegan di Tiffin Room.

Sejarahnya: Awalnya pada 1890-an, kakak beradik Sarkies (pendiri Hotel Raffles) membuat restoran kari bernama Tiffin. Tapi baru pada 1899 restoran yang menyajikan menu kari ini pindah ke Hotel Raffles. Pada 1976, restoran ini resmi bernama Tiffin Room, tapi buffet kari India Utara baru berjalan setelah Hotel Raffles diperbarui pada 1989.

Alasan tempat ini masih disukai: Dengan koki asal India, Kuldeep Negi, dan ahli anggur Dheeraj Bhatia yang mengurusi daftar panjang wine, Tiffin Room cukup layak menjadi restoran India terbaik di Singapura.

Menu pilihan: Papadum dengan cabai, celupan yoghurt berkrim dan asam, udang ala Goa dengan kari santan dan asam jawa, ayam mentega dan makanan penutup vermicelli “kuah” susu.

Pilihan lain yang lebih mewah (seperti maharaja India dalam masa penjajahan Inggris) adalah naan bertabur bawang putih dengan kari domba cincang serta raan (domba panggang bumbu tandoor) dengan saus mint disajikan oleh staf pelayan berjaket putih.



sumber : http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/141-lima-restoran-bersejarah-di-singapura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar