Para penikmat makanan di Singapura sering dimanjakan dengan berbagai
tren terbaru dalam makanan. Tapi beberapa restoran memilih bertahan
dengan kekhasan mereka. Meski tak selalu menguntungkan, tetap saja
restoran-restoran ini menyajikan hidangan spesial bagi para pelanggan
yang kini sudah beranak-cucu.
Beberapa tempat, seperti Shashlik
dan Pete's Place mempertahankan tampilan interior mereka, sementara
Gordon Grill dan Ristorante Bologna menambah menu baru dan memperbarui
interior demi mengikuti perkembangan zaman.
Shashlik
Tak ada tempat lain di Singapura selain Shashlik yang menyajikan sup borsch gurih.
Sejarahnya:
Restoran Rusia pertama di Singapura, Troika, buka di Bras Basah pada
1943. Restoran ini kemudian pindah ke Liat Towers pada 1967. Ketika
Troika tutup pada 1986, beberapa bekas staf restoran tersebut —
kebanyakan asal Hainan — berkumpul dan mendirikan Shashlik di Far East
Shopping Centre. Sekarang, dapur Shashlik sudah dipimpin koki generasi
keenam.
Alasan tempat ini masih disukai: "Meski
sudah berumur 25 tahun, Shashlik terus menyajikan sup borsch yang
autentik. Sajian penutup mulut Baked Alaska mereka juga disajikan dengan
atraksi api, langsung di depan Anda," kata Anthony Ang, seorang pekerja
TI yang teratur makan di tempat itu.
"Dan pastinya, salah satu pemilik Shashlik, Paman Tan yang berusia 81 tahun masih turun sendiri dan mengawasi restoran."
Menu pilihan:
Semangkuk sup borsch dengan sesendok krim kocok di atasnya, diikuti
dengan hidangan Fish En Papillotte yang lembut. Untuk nostalgia, tutup
hidangan dengan Baked Alaska.
Gordon Grill
Awali dengan carpaccio daging wagyu yang lezat.
Sejarahnya:
Restoran grill pertama di Singapura buka pada 1963 dengan nama Gordon
Room di Goodwood Park Hotel. Inilah restoran pertama yang menawarkan
daging sapi Black Angus.
Pada 1965, restoran ini kemudian pindah
ke lokasi yang sekarang dan berganti nama jadi Gordon Grill. Pada 2004,
Gordon Grill direnovasi besar-besaran untuk membawa nuansa kontemporer
pada interiornya lewat warna-warna netral.
Alasan tempat ini masih disukai:
Sekitar 70 persen pengunjung ingin menikmati potongan daging istimewa
dari koki Gan Swee Lai, yang sudah bekerja di sini selama 10 tahun.
"Salah
satu godaan besar di restoran ini adalah kereta daging, berbagai
potongan steak premium akan diperlihatkan ke para tamu, dipotong lalu
ditimbang di meja tamu," kata Patricia Law, 43, yang sudah makan di
Gordon Grill sejak masih kecil.
"Kereta dorongan daging di sini sangat unik, dan dipakai sejak akhir 1970-an."
Menu pilihan:
Pilih potongan daging paling populer dari kereta dorongan seperti wagyu
USDA Gold Grade Snake River Farm atau US Black Angus. Makan malam six-course
(s$108), yang terdiri dari enam tahapan, adalah demonstrasi yang
mewakili kemampuan memasak Chef Gan dalam memasak daging dan bukan
daging.
Restaurant Bologna
Pasta tinta cumi khas restoran Bologna.
Sejarahnya: Restoran Bologna mengkhususkan pada fine dining
masakan Italia. Restoran ini berdiri pada 1987, bersamaan dengan
pembuatan hotel Marina Mandarin. Pada 2005, Bologna direnovasi,
berbarengan dengan hotel.
Alasan tempat ini masih disukai:
Setelah renovasi pada 2005, restoran Bologna tampil sebagai restoran
berinterior modern dan terbuka, penuh dengan jendela kaca dan bar yang
berisi minuman lengkap.
Dengan interior yang baru, restoran ini
tak terlihat seperti berusia 24 tahun. Tetapi menu mereka masih tetap
menyajikan hidangan Italia klasik karya koki Carlo Marengon. Mereka
memakai rempah dedaunan segar, yang dipetik langsung dari kebun rempah
di dekat restoran.
Menu pilihan: Awali dengan capresse dengan daun basil dan minyak zaitun murni, lanjutkan dengan udang (scampi)
bakar yang diimpor langsung dari Italia, ikan cod serta kerang mussel.
Hidangan berikutnya adalah Tortelli Porcini. Tutup makan malam dengan
tiramisu yang dibuat langsung.
Pete's Place
Terletak di Grand Hyatt Singapura, Pete's Place adalah salah satu harta karun sajian kuliner di Singapura.
Sejarahnya:
Tembok bata merah, taplak meja kotak-kotak merah dan lantai ubin merah
adalah tampilan awal Pete's Place ketika baru buka di basement Grand
Hyatt.
Kini, Pete's Place tetap mempertahankan suasana yang sama
seperti saat buka pada 1971. Buffet sup dan saladnya tetap menjadi
favorit, terutama minestrone dan sup jamur.
Alfa Lu,
“kapten” yang bergabung ke Pete's Place pada 1973, merasa restoran ini
"seolah terperangkap dalam mesin waktu yang indah."
Alasan tempat ini masih disukai:
"Kualitas makanan tempat ini selalu terjaga baik dan para stafnya
seperti teman lama saya," kata GM Lau, pelanggan yang sudah datang ke
tempat ini selama 30 tahun. "Anak-anak saya seperti tumbuh besar dengan
restoran ini."
Menu pilihan: Awali dengan buffet
sup dan salad sebelum berlanjut ke pasta segar khas buatan mereka
seperti Spaghetti Cioppino dengan udang dan kerang, dan lobster
bercangkang di atasnya.
Tiffin Room
Kari yang disajikan dengan elegan di Tiffin Room.
Sejarahnya:
Awalnya pada 1890-an, kakak beradik Sarkies (pendiri Hotel Raffles)
membuat restoran kari bernama Tiffin. Tapi baru pada 1899 restoran yang
menyajikan menu kari ini pindah ke Hotel Raffles. Pada 1976, restoran
ini resmi bernama Tiffin Room, tapi buffet kari India Utara baru
berjalan setelah Hotel Raffles diperbarui pada 1989.
Alasan tempat ini masih disukai:
Dengan koki asal India, Kuldeep Negi, dan ahli anggur Dheeraj Bhatia
yang mengurusi daftar panjang wine, Tiffin Room cukup layak menjadi
restoran India terbaik di Singapura.
Menu pilihan:
Papadum dengan cabai, celupan yoghurt berkrim dan asam, udang ala Goa
dengan kari santan dan asam jawa, ayam mentega dan makanan penutup vermicelli “kuah” susu.
Pilihan lain yang lebih mewah (seperti maharaja India dalam masa penjajahan Inggris) adalah naan bertabur bawang putih dengan kari domba cincang serta raan (domba panggang bumbu tandoor) dengan saus mint disajikan oleh staf pelayan berjaket putih.
sumber : http://id.travel.yahoo.com/jalan-jalan/141-lima-restoran-bersejarah-di-singapura
Tidak ada komentar:
Posting Komentar